Jumat, September 28

Jangan Takut Akan Rizki Allah


Jangan pernah mengeluh, pikirkan apa yang ada di depan mata, syukuri dan jangan pernah lupa, dari tidur kitapun itu adalah nikmat.
Banyak yg sudah dibutakan dengan dunia sehingga takut akan rizki, aku berdoa semoga tidak terjadi hal tersebut pada diriku, karna aku masih punya ALLAH.
Hidup memang butuh uang, tapi tidak semuanya dapat dinilai dengan uang.
Tidak semuanya bisa dibeli dengan uang. Agama, Orang tua, Cinta dan Kasih sayang.
Ada yang Allah buat kaya karena kesantunannya, karena kemurahan hatinya, karena ahli sodaqohnya, karena rendah hatinya, karena Tauhidnya.
Ada yang Allah buat kaya, karna Allah telah murka padanya, disibukan dengan dunia, dibutakan dunia, kekayaan adalah amanah, dan ujian.
Sementara, ada yang Allah jaga seseorang dengan kemiskinannya, hidup kekurangan, makanpun sulit, tapi Allah memeliharanya dari dunia.
Akan ada selalu hikmah yang mungkin tak kita pikirkan dan takkan kita jangkau, marahnya Allah beda dengan marah manusia, kasihNya pun begitu
Aku tidak ingin mendengar kekayaan seseorang jika ia tak mengambil kesempatan untuk bersedekah, menyantuni anak yatim, fakir miskin.
Aku tidak melihat kemiskinan seseorang, jika budi pekerti, hidup yang tulus, qolbu yang tenang, menghiasinya, terlebih ke-solehan-nya.
Ingat, bukan bosmu yang memberi rizki, bukan pula suamimu yang memberi makan sehingga engkau takut jika banyak anak maka takut lapar.
Ada yg bilang mari ber-enterpreuner atau anti enterpreuner? Itu hanya Egoisme & Gengsi, bagaimana caranya dpt rizki halal dan berkah.
11

Selasa, September 11

Rezeki Tak Terduga Dari Kaos Kaki

Banyak orang menyepelekan hal-hal kecil. Misalnya, kaos kaki. Namun kaus kaki, bagi Sanlawi yang berasal dari Paduraksa Pemalang (45), adalah kehidupannya. ”Ya, produksi kaus kaki ini menjadi tumpuan hidup saya. Untuk sampai ke titik seperti sekarang ini, saya harus melalui perjalanan panjang dan melelahkan,” katanya.

Dan, satu-satunya produsen kaus kaki di eks Karesidenan Banyumas itu membidik masyarakat menengah ke bawah sebagai pangsa pasar. ”Bisa jadi banyak orang tak tahu ada pabrik kaus kaki di Banjarnegara. Bahkan orang Banjarnegara sekalipun. Saya pun semula tak membayangkan akan memiliki pabrik pembuatan kaus kaki,” tutur dia.
Sejak semula lelaki asal Pemalang itu memang sudah akrab dengan kaus kaki. ”Awalnya saya sales, jualan kaus kaki keliling. Boro-boro berpikir punya pabrik, tahu mesinnya pun tidak. Pokoknya hanya jualan kaus kaki,” ujarnya.

Lalu, suami Eliningsih itu mengambil barang dari pabrik besar di Jakarta dan menyelesaikan produk di Banjaranegara. ”Itu saja saya hanya membeli kaus kaki sisa sortiran. Lalu saya perbaiki di rumah, saya sulam, obras, dan saya pilah-pilah lagi yang masih bisa dijual,” katanya.

Dari situlah dia mengenal teknisi mesin pembuat kaus kaki. Saat menjadi sales dan menampung kaus kaki sortiran, Sanlawi menghadapi kendala. ”Kami tak bisa melayani ketika ada pesanan, misalnya soal warna. Warna kaus kaki sortiran dari pabrik kan tidak menentu dan kami tak bisa memesan.”
Saat itulah dia berpikir memproduksi kaus kaki dalam skala kecil. Sanlawi pun membeli satu unit mesin melalui kenalan di Jawa Timur. ”Bermodal gabungan uang simpanan dan pinjaman dari bank,” katanya.

Tahun 2001 dia menggunakan mesin untuk memproduksi kaus kaki. ”Saya benar-benar melakukan dengan tekad dan semangat belajar. Awalnya saya tak paham mengoperasikan mesin, sampai jari saya cedera.”
Pada 2007-2008 usahanya berkembang, meski tak fantastik. Dia mendapat bantuan satu unit peralatan dari Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kabupaten Banjarnegara.

Keseriusan dan bersikap amanah dalam usaha, kata dia, menjadi kunci bagi produksi kaus kaki di RT 2 RW 2 Desa Purwasaba, Kecamatan Mandiraja, itu terus berkembang. ”Saya itu hanya punya semangat dan kepercayaan. Untung pula saya mendapat kepercayaan perbankan, yang saya buktikan dengan keseriusan,” ujar dia.

Merek Gatuga

Saat ini, Sanlawi sudah memiliki 15 unit mesin produksi. Kapasitas produksi 20 dozin per mesin. Jadi setiap hari dia mampu memproduksi sekitar 300 dozin. ”Jumlah itu masih sangat jauh dari kebutuhan pasar. Saya memimpikan dan merencakan bisa tambah 15 unit mesin lagi untuk menambah produksi.”

Semula rumah produksinya sekaligus sebagai tempat tinggal. Namun ketika usahanya makin lancar, dia pun membangun rumah di Desa Kecitran, Kecamatan Purwareja Klampok, tak jauh dari pabriknya. ”Sekarang saya proyeksikan lokasi di Purwasaba khusus sebagai pabrik.”
Lahan pabriks itu sekitar 35 ubin. Namun pemanfaatan lahan belum optimal. Lahan kosong lebih luas, karena dia baru saja membeli lahan tambahan. Pekerja 15 orang, termasuk dia.

”Saya dari penjual kaus kaki, punya satu mesin, sampai sekarang punya 15 mesin, punya karyawan dan tempat tinggal. Semua itu rezeki tak terduga. Karena itulah saya memberi merek kaus kaki Gatuga (313) yang berarti rezeki tak terduga,” katanya.

Kini, tutur dia, dengan 15 unit mesin pabriknya belum bisa maksimal menyerap tenaga kerja. Karena itulah dia memimpikan memiliki mesin produksi modern, digital komputerisasi.

12